Rabu, 09 Februari 2011

aku bersetubuh ama ibu kos ku

AKU BERSETUBUH DENGAN IBU KOSTKU (BAGIAN 2)
Cerita ini adalah sambungan cerita dari bagian 1. Cerita ini diilhami oleh cerita kisah Tarto yang dulu ditulis kalau tidak salah oleh Joko Lelono. Cerita lama yang saya sukai, yang saya buat lebih pendek dan dimodifikasi sesuai dengan lingkungan saya sekarang. Aktor utamanya adalah pelajar yang kost, sedangkan saya bayangkan sayalah ibu-kostnya. Silakan baca juga cerita saya yang lain: “Mengintip ABG onani di rumahku”, “Pijatan Pak Hasan”, dan beberapa cerita lain.
Selamat membaca.

Tanpa menjawab aku berdiri, dan dia bangun dan menuntunku. “Uuuuuhhh,” lenguhnya lagi.
“Ke kamar kamu saja.”
Sebelum sampai ke dipanku, Tante Ried berhenti dan berdiri di samping dipan. Aku memeluknya, dia menahan dadaku.
“Kunci dulu pintunya.” Okey, beres.
Kulepas seluruh kancingnya, dasternya jatuh ke lantai. Tinggal kutang dan celana dalam, pemandangan tubuh wanita dewasa yang sangat indah. Ibu kostku memelukku lagi. Dadanya merapat di dadaku.
“Mir, hhehhhhhhh,” katanya gemas seperti menahan sesuatu.
Dia menjilat bibirku lagi. Main lidah lagi. Tangannya menyusup ke celanaku, meremas-remas kelaminku di balik celana.
“Eehhmmmmmm kerasnya kontolmu,” dengusnya. Ah bahasa yang dipakai ibu kostku porno banget.
Dengan kesulitan ia membuka ikat pinggangku, membuka resleting celanaku, merogoh celana dalamku, dan mengeluarkan “isinya”.
“Eehhh.” Ia melepas ciuman, melihat ke bawah memandang alat kejantananku.
“Ada apa Tante,” tanyaku di sela-sela dengus nafasku.
“Keras dan kaku.” Batang penis coklatku tegang naik ke atas. Tak terlalu besar, panjang sekitar 13 cm.
Ia mempermainkan penisku. Menggenggam, meremas. Geli, geliii sekali. Stop Tante Ried, jangan sampai keluar. Aku ingin pengalaman baru, Tante. Ingin memasuki kelaminmu.. sekarang ! Kutarik tangannya dari penisku. Kubuka semua pakaian, celana dan cd-ku. Aku telanjang bulat.
“Ih bener-bener keras dan ngacung ke atas Mir batangnya. Bersih banget barang kamu”. kata ibu kostku. Alat kelaminku memang bersih dan hampir tidak ada rambut, yang ada juga pendek dan halus.
“Mir, bantu tante buka ini nih….”. Kulepas tali kutangnya, tapi yang belakang susah dilepas. Tante Ried membantu. Buah dada itu terbuka. Wow.luar biasa indahnya. Belum sempat aku menikmat buah itu, Tante memelukku. Meraih tangan kananku, dituntunnya menyelip ke celana dalamnya. Di bawah rambut-rambut itu terasa basah. Dipegangnya jariku dan digesek-gesek lembut di bibir vaginanya, dan juga dilipatan-lipatan dangingnya. Sangat lembab, basah, dan hangat. Waktu jariku tergesek kacang keras disitu, “ahhhh, terlalu sensitif, dan sangat geli” kata tante Ried. Diajarinya aku bagaimana jariku harus bermain di sana : menggesek-gesek antara benjolan kacang dan pintu basah itu. DIpindahnya jariku ke bagian sebelah atas kacang ke arah pusar. Terasa seperti ada batang keras di sana, yang bermuara di benjolan kacang.
“Uuuuuuhhhhhh, Mir..”
Aku telah dari tadi telanjang bulat. Kutarik juga celana dalamnya ke bawah. Tante Rie dmembantu dengan satu-satu mengangkat kakinya hingga cd-nya terlepas sudah. Ia telanjang bulat juga. Luar biasa. Pinggang yang montok, perut itu walau sudah ada lemak dan tak rata tapi putih dan sangat mulus, ke bawah melebar lengkungannya indah. Kedua teteknya terlihat indah walau tak sebesar tetek bule di majalah. Puting tante Ried ukuran sedang warna coklat yang sangat muda dan terang. Dan, ahhh…. Rambut-rambut jembut itu hitam lebat menggemaskan, diapit oleh sepasang paha yang nyaris bulat. Seluruhnya dibalut kulit yang putih dan mulusnya bukan main !
Tante memegang batangku lagi dengan tangan kanannya. Diusap-usapnya batang dan memencet-pencet kepala penisku. Crittt, keluar sedikit cairan bening……membasahi jari ibu kostku. “ah maaf tante, rasanya terlalu enak”. Dengan muka pucat dan tergetar tante Ried memain-mainkan cairan mazi di tangannya…”oohhh Mir”. Kini kedua tangannya memainkan kelaminku, satu tangan meremas dan mengocok perlahan batang, dan satu lagi membelai kantung telurku. Badanku gemetar karena nikmat dan nafsu. “Sedikit sekali bulu kontolmu” kata ibu kostku “bolamu bersih sekali”. Cairan bening itu terus keluar menetes dari lubang penisku. “Ah tante, berenti dulu, nanti takut Amir keluar itunya……, terlalu enak, sudah tak tahan”.
Tante Ried mengerti. “gantian, sekarang Amir yang buat ke tante”. “Bbbaik, tante… tapi bagaimana, …..?”. Tante memeluk kepalaku, ditarik ke arah teteknya, “isap susu tante Mir…”katanya serak hampir tak terdengar. Kubelai kedua bola susu tante Ried dengan masing-masing tanganku. Tante mengerang perlahan. Alangkah lunak dan lembutnya susu ibu kostku itu, alangkah putihnya, dan puting kecoklatan tadi terasa agak mengencang kalau disentuh lembut. Mulai kujilat, dan kuisap lembut puting yang mengeras itu. Badan tante tergetar dan dari bibirnya keluar keluhan lembut. Terus kuisap puting kirinya, dan tak terasa tangan tante menekan kepalaku semakin erat ke dadanya, dan satu tangannya lagi meremas pantatku. Sambil mengisap puting kedua tanganku meremas-remas perlahan teteknya. Setelah beberapa saat tante berbisik “pindah ke tetek yang sebelah Mir”. Ganti aku sekarang mengisap tetek tante yang sebelah. “Ah …” tante mengaduh, dan terasa badan tante mengejang dan didekapnya aku erat-erat sambil aku terus menyusu teteknya. Ada 10 sampai 15 detik Tante Ried mendekapku demikian.
Aku ingin berpetualang dan memenuhi ingin tahu birahiku lebih lanjut “Tante boleh Amir cium …cium anu tante”. “Maksud kamu cium memek tante…?”tanya ibu kostku lirih. Tanpa suara lagi, tante menekan lembut kepalaku ke bawah hingga mukaku tepat di depan hutan belantara hitamnya. Tante menaikkan satu kakinya ke atas dipan, kaki yang satu lagi agak ditekuk di bagian lutut. Ahhhh, tante kini posisi berdiri tatapi mengangkang lebar, dan tangannya ditumpukan ke kedua pundakku untuk menahan badannya. Ah, betapa dekatnya mukaku ke pusat kenikmatannya. Tercium bau khas dari memeknya yang lebat itu, seperti bau keringat dan ada bau-bau lain yang susah kuceritakan. Pahanya menagngkang lebar dan rambut hutannya menjadi terkuak di bagian tengah. Bibir memekny yang berwarna coklat terlihat dibalik lebatnya rambut, dan lebih ketengah hutan itu mulai mereda, tampak lipatan daging memanjang dari bawah ke atas, berwarna coklat kemerahan dan di atas bermuara di sebuah benjolan sebesar kacang pink yang tampak mengeras dan memanjang keluar dari lipatan kulit. Itulah kelentit tante yang muncul keluar dari sangkar lipatan kulitnya. Kulihat dibagian sedikit ke atas dari kacang, seperti ada jalur batang kecil yang mengeras. Seperti penis mini yang ujungnya adalah kacang tadi. Bagian itu lebat dan hanya kacangnya yang tak ada rambut, sedikit ke atas dari situ sudah lebat lagi.
Dan ke bawah dari kacang, di antara lipat daging terlihat teksture lembut dan sangat basah, ada lubang kecil, dan di bawah lubang kecil itu ada pintu yang membuka berwarna pink kemerahan. Itulah lubang untuk dimasuki penis pikirku. Lubang itu sangat becek oleh cairan bening keputihan. Tak tahan kujilat cairan itu…..”ahhhhh Mir ..” tante Ried menggeletar. Terus kujilat lipatan-lipatan, dan tante Ried meremas-remas pundakku sambil pinggulnya bergetar dan bergerak perlahan. Rasa asin seperti putih telur yang bergaram memenuhi mulutku, dan hidungku mencium aroma khas yang memabukkan. Walau ada seperti baukeringat dan ada sedikit bau pipis di sana, aku tak perduli, bagiku itu adalah aroma birahi yang menghangatkan. Lidahku menjalar ke atas dan menyentuh benjolan kacang tante…. terasa keras. “Aduuuhhhh, kata tante Ried. Terus kujiolat sangat lembut kacangf tante. “Ahhh terlalu geliii… jilat ke atas sedikit”. AKu menurut dan kujilat bagian yang seperti batang kecil keras melalui kelebatan rambut kelamin tante. Batang terbenam kulit dan berujung di kacang itu terasa kaku dan keras.Hiiih seperti menjilat penis mini pikirku, sambil terasa penisku sendiri sudah seperti mau meledak karena rangsangan birahi yang luar biasa.
Sambil menjilat batang mini tante, sekali-kali lidahku meluncur ke bawah menyeruput cairan dari lubang vagina tante. Dan tau-tau …..ada terasa cairan itu merembes keluar lebih dari sebelumnya. A’Ahhhh desis tante sambil mengejang sebentar. Cairan bening sedikit putih itu kembali kuseruput…. seperti putih telur yang belum dimasak.
“Mir…, tante juga mau lihat kontolmu” kata tante kemudian. Tante kemudian berdiri tegak lagi, menegangkan pinggang bawahnya seperti orang pegal. Dan terus menaiki dipan, dan terlentang sambil kakinya mengangkang lebar dengan lutut yang terlipat. AKu menyusul naik. “Berbaring di sebelahku, mukamu dekat pahaku dan kontolmu sini aku pegang” perintah ibu kostku. Aku berbaring miring lurus, kepalaku kuposisikan di atas daerah di antara paha ibu kostku, smentara kemaluanku sangat dekat dengan mukanya. Kebetulan tinggi kami hampir sama, dengan tante kira-kira tingginya 155-158 cm. Otomatis mukaku kudekatkan ke selangkangnya yang terbuka lebar. Lubang memeknya tampak membuka dan sangat basah, berwarna pink, bagian dalamnya tak seberapa keliatan.
Tapi yang kini menarik perhatianku adalah lubang yang satu lagi, lubang anusnya. Daerah lubang tinjanya itu ditumbuhi bulu-bulu juga walau halus dan tak lebat. Ohhh ibu kostku ini memang tipe wanita yang lebat. Kulit disitu sangat puthi dan ada kemerahan sedikit. Tetapi didekat lubang anusnya, warnanya berubah coklat kemerahan. Lubangnya tampak sedikit mengeriput dan menonjol. AKu yang telah dirasuk birahi langsung menjilat lubang itu dan beruisaha menembus masuk. Ada bau keringat dan tercium juga aroma khas anus, tetapi aku merasa itu semua menambah birahiku. “Ah……Mir, geliiii.. tapii….” gemetar tante Ried kurasakan. AKu semakin nafsu waktu tangan tante Ried meremas dan mengocok batang kemaluanku. “iiihh banyak air keluar Mir dari kontolmu… air mazimu..”. Rasa enak dan geli dan gatal menjadi satu di batangku, tante semakin mengeraskan remasannnya dan kocokannya. Ahhhh memuncaklah kegatalan itu, kenikmatan itu. AKu tak tahan lagi. “Tante….. aku mau keluar maniku…..” Tante Rieda terus mengocok tapi mengarahkan batangku kearah kasur dan “ahhhhh” crit crit crit, beberapa kali kumuntahkan spermaku. AKu berkelojotan karena kenikmatan yang diberikan. “Haah haah ..” erangku. Batangku terasa keras dan jauh lebih nikmat dari waktu onani.
Sesudah beberapa saat aku terbaring lesu. “Sini, tiduran di sini, kepalanya di atas sini Mir di sebelah mukaku”. AKu tukar posisi, sekarang kami berbaring bersebelahan seperti tadi juga, hanya kepalaku terbaring di sebelah mukanya.
“Enak Mir?”
“Ya tante, enak banget, tapi apa tante rasa enak juga…? tanyaku bodoh. AKu merasa seolah eku egois karena aku saja yang enak.
Tante bisa merasa kekhawatiranku.
“Udahlah..Tante Ried tahu. Kamu engga usah merasa apa-apa. Tante maklum kok. Kamu kan masih muda dan nggak ada pengalaman. Jadi kalau kesentuh mesti mudah puncak dan nyemprot”
“Tapi Tante Ried kan belum …”
“Engga usah kamu pikirin. Tante mengerti. Lagian tante juga rasa enak tadi waku diisap dan dijilat” katanya menentramkan sambil mengelus-elus dadaku.
“Saya engga bisa bertahan lama, Tante Ried”
“AH biasa aja, kok. Tante tadi juga merasa nikmat. Kamu udah pintar tadi”
“Tak adil rasanya. Saya merasakan kenikmatan luar biasa, sedangkan Tante belum”
“Sudahlah, Mir. Tak perlu kamu pikirkan. Tante Ried mengerti”
“Terima kasih Tante” Kupeluk tubuhnya erat. Erat sekali.
Diciumnya pipiku, lalu merebahkan kepalanya di dadaku. Aku mengelus rambutnya.
“Tubuhmu bagus sekali. Dadamu bidang” katanya sambil tangannya menelusuri dadaku. AKu tahu walau aku tidak tinggi tetapi badanku ok juga tegapnya.
“Iya, Tante Ried. Dulu saya kerja di kebun rumah. Saya juga sering olahraga”
Tiba-tiba tangan Tante ke bawah menggenggam punyaku.
“Kelaminmu sensitif sekali ya. Ok juga ukurannya untuk sumuran kamu”
“Ah, masa Tante Ried. Saya kira biasa-biasa saja”
“Apalagi kalau lagi tegang”. Kulirik punyaku, sudah agak surut.
“Tubuh Tante luar biasa” balasku.
“Kalau lagi tegang keras dan panas” komentarnya lagi masih tentang penisku, mengabaikan pujianku.
“Tetek Tante Ried indah sekali”
“Ah, masa. Dibanding punya siapa” pancingnya.
“Siapa saja” Aku pura-pura terpancing.
“Berarti kamu sering lihat tetek, ya” Kubalikkan badannya.
“Bulat, kenyal, putih, licin, halus lagi” kataku sambil melihat dekat-dekat buah itu.
“Buah dada siapa yang kamu lihat” tanyanya sambil menggoyang-goyang batang kelaminku yang masih berada digenggamannya.
“Cuma baru ini” jawabku sambil mulai merabai permukaan dadanya.
“Jujur aja, Mir. Dada siapa yang pernah kamu lihat” katanya lagi. Ibu kostku penasaran rupanya.
“Sungguh mati Tante Ried. Cuma punya Tante yang pernah saya lihat”
“Yang bener, Mir” tangannya tidak menggenggam lagi, tapi mengelus kelaminku.
“Benar Tante Ried”
“Kok tahu bagus ?”
“Saya hanya lihat punya teman-teman sekolah. Itupun dari luar”
“Pernah kamu pegang ?” Tangannya masih mengelus, aku mulai terangsang.
“Ih, engga lah, Tante. Bisa gempar, dong”
“Jadi, tahunya punya Tante Ried bagus, dari mana ?”
“Pokoknya, dari luar, punya Tante paling sip” Kataku mengambil hatinya. Ujung jariku mempermainkan putingnya. Putting itu mulai mengeras.
“Tante Ried”
“Hmm ?”
“Apa setiap buah dada ujungnya begini ?’
“Begini gimana”
“Panjang, mungil, tapi keras”
“Mungkin. Punyamu mulai keras”
Aku seperti disadarkan. Memang aku sudah terangsang akibat percakapan tentang dada dan elusan ibu kostku pada kelaminku. Aku mau lagi. Kenapa tidak ? Mumpung masih ada kesempatan. Oom Bambang paling cepat besok siang pulangnya. Segera saja kukulum putting yang sejak tadi kupermainkan.
“Eeeeehhhhhmmmmmmm..” Tante Ried melenguh panjang.
Tanganku ke bawah mencari-cari di antara ‘rambut-rambut’. Basah di sana. Kugosok yang basah itu.
“Uuhmmmm….Aaahhhhhhh..Uuhhmmmmm” desahnya agak keras, mengikuti irama gosokanku. Batang kontolku diremas-remas. Enak.
“Mir… Hhheeeehhhggh..sedap, Mir..Hhheeeeeghh”
Tante makin ribut, aku khawatir kalau sampai terdengar dari luar kamar. Ah, tak ada orang ini. Aku makin giat menggosoki kacang dan batang kecil di bawah sana.
Tante Ried makin ribut, menceracau tak karuan
Gosok lagi.
Teriak dia lagi. Akhirnya…
“Udah, Mir.ampun..Ayo Mir, sekarang Mir, sekarang…!” “Sini masukkan kontolmu ke lubang memekku.
Aku bangkit. Kelaminku yang sudah keras kupegang pangkalnya, kuarahkan. Tante membuka kakinya lebar-lebar. Demikian lebarnya sampai kedua lututnya ke atas, menyuguhkan kelaminnya yang membasah, tepat di depan kelaminku.. Dipegangnya batangku, diarahkan tepat ke ujung lubang. Sambil menarik batangku tante Ried memerintah “Dorong masuk Mir..”
Aku masuk.
Kudorong perlahan.
“Oooohhh, Mir..sedapnya….”
Sudah tenggelam separoh. Kudorong lagi.
“Aduuuuhhhh, Miiirr, nikmatnya…” teriaknya lagi.
Kudorong lagi.
Sudah masuk seluruhnya.
Kurebahkan tubuhku menindih tubuhnya. Tanganku ke belakang punggungnya.
“Digenjot Mir, dipompa kontolnya, ayo… tarik dorong” kata tante Ried terengah-engah.
Kudekap erat tubuhnya, lalu aku mulai menggenjot. Sedaaaaaaaapp.
Bertumpu pada kedua lututku, aku menarik dan mendorong pinggulku.
Nikmaaaaaaaaaattt.
Entah kata apa saja yang keluar dari mulut Tante Ried aku tak peduli. Terus saja menggenjot, naik-turun, keluar-masuk.
Aku nikmati benar gesekan kelaminku pada dinding vagina Tante.
Kadang selagi punyaku didalam, Tante Ried “mengikat” pahaku dengan kakinya sambil memutar pantatnya. Kurasakan sentuhan seluruh relung kelaminnya pada kelaminku.
Luar biasa sedapnya.
“Mir…hhehh.kamu…hhehh..kok..hhehh..”Tante Ried mencoba bicara disela-sela nafasnya yang memburu.
“Keenaapaa . hheehh.. Taanntee…hhehh”
“Kamu….kok…bisa lama…, ahhhh enak….”
Baru aku menyadari, sudah puluhan kali kelaminku kugenjot keluar- masuk-putar, tapi aku tak merasakan geli seperti tadi waktu disentuh tante Ried. Yang kurasakan hanya nikmat. Rasa geli yang tak bisa kutahan yang kemudian membuat aku ke ‘puncak’, kali ini tak kurasakan ! Heran ! Ahhh ini mesti karena aku sudah muncrat mani tadi. Tante Ried sendiri mesti udah tahu penyebabnya…….
“Engga …tahu.. Tante..”
“Mir, Oh aduh..heeeehhhhhh”
“Enak…Tante Ried…?”
“Wooow….luar biasa…”
Genjot dan genjot lagi
“Kamu..masih…lama..Mir..?”
“Masih…Tante Ried.”
Memang aku belum merasakan “geli menuju puncak”
“Diam. dulu,.. Mir”
Aku menghentikan genjotanku. Posisiku masih “di dalam”.
Tangan Tante memeluk erat punggungku, sementara kakinya mengikat pahaku. Lalu tubuhnya bergerak miring hendak merobohkan tubuhku. Aku bertahan, tak tahu maksudnya.
“Gantian, Mir…Tante Ried di atas.”
Baru aku tahu maksud gerakan Tante ini. Kuikuti gerakannya, tapi..
“Jangan.sampai…lepasss”
Rupanya gerakan robohku terlalu cepat, sehingga kelaminku sedikit tercabut. Untung Tante Ried cepat mengimbangi gerakanku, hingga punyaku “masuk lagi”.
Sekarang kami sudah sempurna berbalik posisi. Tante yang menindihku. Hanya sebentar. Tante Ried lalu perlahan bangkit mendudukiku. Kelamin kami tak terlepas. Tante mulai bergerak. Aneh, gerakannya maju-mundur ! Rasanya lain pula, tapi sama sedapnya ! Dengan posisi begini gesekannya terasa lain. Kadang diputar, seperti diperas. Kadang Tante Ried “jongkok”, pantatnya naik-turun, sedap juga.
“Aaaahhhh..kamu..nakal” teriaknya ketika dia berjongkok membenamkan kelaminku, aku mengangkat pantatku.
Kedua tanganku diraih, dituntun ke dadanya. Kuremas dada yang tambah licin kena keringat.
Entah sudah berapa lama akhirnya Tante capek juga. Dia rebahkan tubuhnya. Kupeluk. Kumiringkan, aku ingin di atas lagi. Tante Ried menurut. Dengan hati-hati kami mengubah posisi, agar jangan terlepas. Aku berhasil.
“Kamu…udah..pintar..”pujinya.
Dengan posisi di atas aku jadi bebas menggenjot. Lagi-lagi Tante teriak.
“Terus..Mir.., Tante Ried…hampir…”
Terus. Tusukanku makin menggila. Teriakannya makin keras.
Rasa geli datang, dimulai dari ujung penis, terus menjalar ke seluruh tubuh. Makin geli. Makin cepat aku menarik-tusuk. Kesemutan…mengambang..melayang..dan…….
“Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh….”
Seeeerrr, denyut-denyut, seeerrr, bergetar, serrrrr, berguncang..seer. Entah sudah berapa kali seerr, yang jelas setiap kali keluar aku merasakan kenikmatan yang tak bisa kugambarkan dengan kata-kata. Begitu nikmat. Aku sampai lupa memperhatikan tingkah Tante. Badannya telah bergeser ke atas karena ku”dorong” dengan tusukanku. Bantalnya bukan lagi di kepala, tapi di punggung. Sedangkan kepala terkulai, mata melihat ke atas, bibir terkatub rapat seluruh tubuh gemetaran. Teriakannya ? Tak perlu kuceritakan. Agak lama juga aku dan Tante Ried bergetaran begini, merasakan puncaknya kenikmatan hubungan kelamin…….
Lalu, hanya nafas kami berdua yang terdengar, seolah berebut mengisap oksigen untuk mengembalikan enerji yang keluar.
Lalu barangsur pelan, makin beraturan.
Tante masih “terkapar”
Aku lunglai di atas tubuhnya.
Dibandingkan muncrat yang tadi…… Ah ini Lebih nikmat, lebih memuncak, lebih lama, lebih banyak aku mengeluarkan “air”ku, lebih bergetar, pokoknya …..susah diceritakan. Pengalaman baru tentang rasa nikmat.
Dan lagi, mudah-mudahan pengamatanku tak salah, Tante Ried begitu menggelepar, mengerang, teriak.
“Ooh..Mir., kamu hebat” Diciumnya pipiku dengan gemasnya.
“Apanya yang hebat, Tante Ried”
“Kamu betul-betul lelaki” tambahnya
“Memang dari dulu saya laki-laki. Ini buktinya” Kusodorkan kelaminku, menusuk perutnya.
“Laki-laki yang jantan” diremasnya penisku dengan gemas.
“Auu” teriakku
“Mir…luar biasa..” Tak putus-putusnya ia memujiku.
“Enak engga tadi, Tante ?”
“Wow. bukan main. Sangat !”
Kupeluk tubuhnya. Aku merasa bahagia sekali.
“Tante Ried sayang..” Aku berbisik semesra mungkin.
Agak kaget Tante memandangku, lalu tersenyum. Manis sekali !
“Ada apa ‘yang ?” Wuih, mesra banget. Tante Ried memanggilku ‘yang’.
“Saya sayang Tante” Kucium bibirnya.
“Hhmmmmmmm” lenguhnya.
“Kalau lama, enak sekali ya Tante Ried”
“Kok kamu tadi bisa lama”
“Engga tahu, Tante. Mungkin karena tadi udah muncrat duluan”
“Atau mungkin karena kamu udah mulai pandai”
“Yang pandai gurunya”
“Huuuu” cibirnya sambil mencubit kontolku. Aku senang.
“Guruku yang cantik”
Dicubitnya hidungku.
“Dan berpengalaman” godaku lagi.
“Aaah, udahlah, Mir”, tante lelah sekali katanya.
Kami diam lagi. Mataku terasa berat. Tante Ried, ibu kostku mulai tampak tertidur setelah kepuasan tadi.
Aku menerwang, melihat kedepan. APa yang akan terjadi seterusnya ……….

5 komentar: